Friday, 29 August 2014

Bank Indonesia bersama HMPS Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan






 
            Bank Indonesia Yogyakarta memberikan edukasi tentang uang baru pecahan 100ribu dan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) kepada HMPS EKonomi Syariah. (27/08/2014) 


 BANK INDONESIA meluncurkan uang pecahan Rp 100 ribu baru serta membuat Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang merupakan bentuk edukasi dan implementasi untuk mendorong masyarakat menggunakan instrumen non tunai seperti kartu ATM, debit dan uang elektronik (e-money) dalam bertransaksi. Berlatar belakang dari biaya percetakan uang sangat tinggi, di sisi lain proses perputaran uang yang juga tinggi menyebabkan uang cepat lusuh. Pencetakan uan itu sendiri memerlukan bahan baku dari kertas (pohon), transaksi non tunai juga bermanfaat untuk menjaga kelestarian bumi demi generasi penerus kita.
                Dalam kegiatan safari ilmiah ke Yogyakarta, HMPS Ekonomi Syariah mengunjungi ke salah satu kantor cabang Bank Indonesia yang berada di Yogyakarta. BI memberikan edukasi kepada seluruh pengurus HMPS Ekonomi Syariah tentang  peluncurkan uang pecahan Rp 100 ribu baru serta memberikan sosialisasi mengenai Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
            Semua di luncurkan oleh BI dalam rangka untuk meminimalisir peredaran uang palsu yang ada di Indonesia juga untuk mendorong masyarakat menggunakan instrumen non tunai seperti kartu ATM, debit dan uang elektronik (e-money) dalam bertransaksi. Juga memberikan pengetahuan lebih kepada masyarakat tentang Bank Indonesia atau tentang produk yang sedang diluncurkan.
Oleh : mohamad Aji Aflakhudin

Sunday, 24 August 2014

ASEAN Economic Community (AEC) 2015: Berkah atau Musibah Bagi Indonesia ?




I.               Kesiapan Indonesia
AEC merupakan langkah maju yang telah disepakati bersama oleh negara-negara anggota ASEAN. Mengingat manfaat dan dampak yang akan ditimbulkan sangat besar, maka setiap negara telah berlomba-lomba mempersiapkan diri menghadapi AEC yang akan diberlakukan tahun depan.
Indonesia sebagai negara ASEAN terbesar sebenarnya akan sangat diuntungkan dengan diberlakukannya AEC. Potensi Indonesia untuk menjadi sebuah negara maju dengan adanya AEC dapat terlihat dari beberapa indikator antara lain: jumlah penduduk yang besar, sumber daya alam yang melimpah, keberagaman produksi UMKM dan lain-lain.
Potensi besar yang dimiliki bangsa indonesia tidak akan berarti apa-apa jika tidak dikelola secara maksimal. Menghadapi AEC, kondisi Indonesia dapat dikatakan belum sepenuhnya siap, hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek:
a.        Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 250 juta merupakan pasar yang potansial bagi pasar domestik maupun internasional.
Satu aspek mendasar yang menjadi titik lemah bangsa Indonesia terkait SDM adalah tingkat pendidikan yang rendah. Tercatat hanya sekitar 7% masyarakat yang duduk di bangku kuliah, selebihnya paling banyak adalah lulusan SD dan SMP dengan total sekitar 75% sisanya adalah lulusan SMA/ SMK. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, lebih dari 20% jumlah penduduk yang bergelar sarjana.
AEC menawarkan sejumlah kemudahan terhadap lalu lintas sumber daya manusia. Masalah utama yang dihadapi bangsa ini seperti dijelaskan di atas adalah kurangnya skilled labour yang merupakan bagian dari blueprint yang telah disepakati. Indonesia lebih dikenal sebagai pengekspor unskilled labour yang bekerja sebagai pekerja kasar di berbagai negara. Hal ini sangat membahayakan bagi Indonesia karena akan banyak skliled labour dari negara ASEAN yang akan mengadu nasib di negara ini yang akan berujung pada semakin sempitnya kesempatan kerja bagi masyarakat.    
b.        Infrastruktur
Infrastruktur merupakan unsur penting yang harus dipenuhi dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan jalan yang memadai, bandara, pelabuhan dan sarana tranportasi akan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi infrastruktur di Indonesia belum bisa dikatakan memadai. Hal ini bisa dilihat dari kondisi jalan yang masih memprihatinkan seperti jalan pantura, jalur lintas Sumatera yang merupakan jalur utama pengiriman barang, kemacetan yang sering terjadi akibat perbaikan jalan atau kecelakaan juga mengganggu distribusi barang. Kondisi ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam pengiriman barang yang berakibat pada harga barang yang tinggi pula.
Pembangunan jalan tol menjadi penting untuk memperlancar arus pengiriman barang. Kendala yang dihadapi dalam pembangunan pembangunan tol di Indonesia adalah masalah pembebasan lahan. Infrastruktur lain terkait lalu lintas darat yang mengalami kemajuan adalah terbangunnya jalur rel ganda kereta api Jakarta-Surabaya. Rel ganda diharapkan akan mempermudah dan mempercepat lalu lintas pengiriman barang.
Infrastruktur laut dan udara masih perlu peningkatan, terutama untuk menjangkau daerah-daerah terpencil yang memilki potensi ekonomi. Bandara-bandara perintis di wilayah Papua, Nusatenggara merupakan contoh kemajuan infrastruktur yang telah dibangun pemerintah.   
c.         Birokrasi
Blueprint AEC mengamanatkan adanya aliran bebas investasi dan aliran modal lebih bebas. Birokrasi menjadi kunci dari ketertarikan investor untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia. Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara dengan sistem birokrasi yang berbelit-belit dan birokrasi “wani piro”, ini akan menyebabkan daya tawar bangsa terhadap investor rendah. Sebagai contoh Samsung lebih memilih Vietnam daripada Indonesia untuk pendirian pabriknya karena Vietnam lebih mempunyai daya tawar seperti insentif pajak, kemudahan perizinan dan sumber daya manusia yang lebih murah.
Indonesia telah melakukan beberapa langkah terkait birokrasi antara lain dengan adanya pelayanan satu atap atau satu pintu untuk proses perizinan dan investasi. Disamping itu, sekarang juga telah dikembangkan sistem online untuk mempercepat komunikasi dan dokumentasi serta meminimalkan orang bertemu orang sehingga sistem birokrasi akan lebih efektif dan terhindar dari budaya “wani piro.”
d.        Daya saing
Salah satu kunci keberhasilan untuk menghadapi AEC adalah menciptakan daya saing barang maupun SDM. Ekonomi biaya tinggi merupakan salah satu titik lemah produk yang dihasilkan oleh industri dalam negeri. Ekonomi biaya tinggi terjadi karena beberapa faktor, antara lain: ketersediaan dan kecepatan pengiriman bahan baku dan barang jadi, tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi, tingkat upah buruh yang tinggi dan pungutan liar yang sering dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Ekonomi biaya tinggi menyebabkan harga barang yang dihasilkan juga akan tinggi.
Untuk mengatasi ekonomi biaya tinggi, pemerintah harus segera melakukan langkah antara lain perbaikan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, sarana transportasi dan lain-lain sehingga pengiriman barang akan lebih cepat dan menghemat biaya. Pemerintah juga harus menurunkan tingkat suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terutama pertumbuhan UMKM. Di negara lain, seperti Cina, Malaysia, Singapura, tingkat suku bunga pinjaman hanya sekitar 3% - 5%, ini akan mendorong berkembangnya industri dan mengurangi beban bunga yang harus ditanggung oleh pengusaha. Pemerintah juga harus merampingkan birokrasi dan menindak tegas oknum yang melakukan pungutan liar seperti yang terjadi di jembatan timbang.
Dari sisi SDM, pemerintah harus melakukan pembenahan terhadap sistem pendidikan sehingga kualitas SDM bangsa ini bisa sejajar dengan bangsa lain.
     
AEC akan sangat menguntungkan bagi para enterpreneur untuk mengembangkan pasarnya sepanjang produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang memadai. Bagi pemerintah, AEC dapat dijadikan ajang promosi bagi para investor untuk datang dan berinvestasi di Indonesia dengan memberikan berbagai insentif dan kemudahan sehingga masuknya investor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan.
AEC akan jadi bumerang bagi Indonesia jika pemerintah tidak melakukan berbagai perbaikan dalam bidang birokrasi, daya saing maupun infrastruktur. Indonesia hanya akan dijadikan pasar potensial untuk pemasaran produk-produk dari luar negeri. Bangsa ini hanya akan jadi penonton bukan sebagai pelaku. Jika hal ini terjadi, maka AEC tidak akan menjadi berkah tapi sebuah musibah. 


M. Nasrullah, S.E, M.S.I.
Dosen Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan




SDM Ekonomi Syariah di Tengah Pasar MEA 2015




Tahun 2015, babak baru integrasi ekonomi regional dimulai dengan tema besar “Masyarakat Ekonomi ASEAN” atau lebih dikenal dengan istilah MEA. Pada intinya, dengan MEA ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi regional. Fenomena besar ini tentu memiliki makna penting bagi setiap pihak yang terlibat, sehingga akan memunculkan dua pilihan: peluang atau ancaman?
Pembentukan komunitas MEA ini sudah disepakati para pemimpin negara ASEAN sejak tahun 2003. Pada target awalnya akan diberlakukan tahun 2020, namun pada kesepakatan tahun 2007, disepakati diajukan pada tahun 2015, di tahun itu pula cetak biru (blue print) disusun. Artinya percepatan ini juga harus diantisipasi dan dipersiapkan secara matang masing-masing negara.
Tujuan pembentukan MEA ini adalah untuk menyatukan ekonomi di Kawasan Asia Tenggara. Setidaknya ada empat pilar utama yang tercantum dalam blue print, diantaranya pertama, pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi regional. Kedua, ASEAN sebagai kawasan berdaya saing tinggi. Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi merata. Keempat, ASEAN sebagai kawasan terintegrasi dengan ekonomi dunia.
Apa yang Bebas?
Kehadiran ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi akan membuat kawasan ini dinamis dan berdaya saing. MEA menyepakati pembebasan arus barang, jasa, tenaga kerja, investasi, dan modal. Hal penting dari MEA ini sebagai fokus kajian tulisan ini adalah bagaimana kebebasan arus tenaga kerja di ASEAN disikapi. Artinya setiap warga negara anggoa MEA bebas untuk bekerja dimanapun. Dalamhal ini, tidak terkecuali sumber daya manusia di bidang perbankan syariah. Bisa jadi, suatu saat nanti SDM ekonomi syariah di Indonesia dikuasai oleh Malaysia yang notabene pengkajian ekonomi syariah disana  lebih maju.
Menurut laporan tabloid Kontan 2014 edisi 3 Februari – 9 Februari 2014, anda tidak perlu heran jika di negeri gajah putih, Thailand di pasar-pasar banyak pedagang yang bisa berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dipersiapkan untuk wisatawan Indonesia yang sedang berkunjung kesana. Dipelajarinya bahasa Indonesia, karena bangsa ini dianggap sebagai pasar potensial.
Nampaknya ada upaya sungguh-sungguh dari mereka untuk belajar bahasa Indonesia. Lebih lanjut, Thailand mendirikan Indonesian Study Center di tahun 2011. Bahasa Indonesia juga dipelajari secara resmi di Peguruan Tinggi diantaranya: Mae Fah Luang University, Chiang Mai University, dan Bhurapa University, dan sudah merambah ke Srinakarinwirot University, Songkhla University, Menurut mereka, bahasa adalah modal utama sebagai alat komunikasi untuk menjual dagangan. Tidak hanya itu, mereka juga mampu berbahasa negara lainnya.
Dunia perbankan juga tidak kalah menarik untuk diperebutkan di tingkat ASEAN. Jika kita tengok, maka ada Bank Syariah di Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki bangsa lain. Kondisi ini tidak hanya bank, nampaknya juga pada sektor lain seperti industri asuransi syariah. Tentu kita tidak ingin menjadi penonton di negeri sendiri. Semangat menjadi pemain tentu harus dikobarkan, kalau perlu menjadi pemain juga di negeri orang. Yang perlu diwaspadai adalah orang asing/tenaga kerja asing bisa masuk dan bekerja di negara kita, tapi tenaga kita tidak bisa masuk negara lain.
Industri perbankan syariah dan keuangan syariah telah berkembang pesat, namun belum ditopang dengan SDM yang handal dan profesional, karena masih banyak SDM dari berbagai jurusan dan tidak paham betul masalah ekonomi syariah. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Universitas Indonesia tahun 2003, diungkapkan bahwa lebih dari 90% SDM bank syariah saat ini tidak memiliki latar belakang pendidikan ekonomi syariah. Jika demikian, maka inilah persoalan utama yang harus segera diselesaikan.
Langkah-langkah Strategis
Jika babak baru perdagangan bebas ASEAN diberlakukan, tanpa strategi yang tepat, niscaya Indonesia akan tergilas oleh negara ASEAN lainnya. Mengapa demikian, disaat negara lain tengah memperkuat keterampilannya, negara kita masih sibuk ngurusi “regulasi”. Padahal, pasar bebas ASEAN membuka gerbang bagi para pencari kerja untuk berebut lowongan. Perlu upaya sunguh-sungguh untuk menyongsongnya oleh semua pihak, tidak hanya pemerintah namun juga masyarakat sebagai end user.
Langkah antisipatif yang telah disiapkan oleh pemerintah nampaknya lebih pada sektor industri. Dimana setiap barang industri wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Akan tetapi secara khusus, untuk sektor jasa dan tenaga kerja khususnya SDM di bidang perbankan syariah dan sejenisnya perlu upaya mandiri yang lebih sungguh-sungguh. Disamping itu campur tangan pemerintah tetap dibutuhkan. Setidaknya Pemerintah perlu menyusun regulasi yang melindungi tenaga kerja bidang ekonomi syariah kita dari gempuran pihak lain. Kalo tidak ada aturan, sama saja kita mengorbankan bangsa sendiri. Sebab, orang asing bisa masuk, sementara kita tidak bisa masuk di tempat orang lain.
Upaya kerja keras itu penting. Sebagai gambaran hasil riset Asian Productivity Organization (APO) menunjukkan bahwa tahun 2011 (meskipun data out of date) produktivitas kita cukup rendah. Berdasar pada perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) per pekerja penadapatannya berada pada posisi keempat bersaing ketat dengan Filipina.
Menurut penulis, upaya yang bisa dilakukan di sektor perbankan syariah adalah melakukan standarisasi dan sertifikasi SDM yang bertaraf, minimal ASEAN. Kalau persiapan tidak tenaga kerja tidak matang, bukan tak mungkin pengangguran bertambah saat MEA diberlakukan. Sebagai contoh, untuk SDM logistik banyak pekerja Indonesia yang tidak memiliki sertifikat. Oleh karena itu seringkali kalah dan tidak digunakan oleh negara lain. Meskipun pabrik ada di Indonesia, mereka enggan untuk menggunakan SDM asli Indonesia.
Upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah, mungkin melalui Bank Indonesia (BI) atau mungkin asosiasi yang bergerak dalam bidang ekonomi syariah bersatu dan merumuskan standar SDM ekonomi syariah. Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) serta Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO) mengadakan konsorsium untuk mewujudkan uji kompetensi pegawai bank syariah. Upaya ini bisa dilakukan dengan mencontoh atau belajar dari IBFIM Malaysia. Lembaga non profit di negeri jiran ini nampak telah menyiapkan SDM ekonomi syariah yang profesional. Lembaga ini secara sungguh-sungguh menyediakan training bagi SDM ekonomi syariah serta melayani untuk upgrade kompetensi.
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah Perguruan Tinggi (PT) yang membuka program studi ekonomi syariah, perbankan syariah, dan sejenisnya untuk meningkatkan kualitas output-nya. Perlu dibuat juga standar secara nasional tentang lulusan ekonomi syariah yang berdaya saing tinggi. Materi-materi terkait ekonomi syariah ditingkatkan, tidak hanya masalah kemampuan hukum ekonomi syariahnya tetapi juga masalah soft skill, seperti standar pelayanan sehingga memiliki sertifikat service excellence.
Selain itu, perlu juga PT untuk meningkatkan kompetensi dosen sebagai pengajar ekonomi syariah melalui seminar, pelatihan, dan sejenisnya. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya dilakukan di dalam negeri, tetapi perlu juga menengok kajian ekonomi syariah di luar negeri, tidak hanya ASEAN, tetapi juga Eropa dan Timur Tengah.
Untuk menghadapi MEA 2015, tidak ada salahnya jika kita belajar kembali pada Sun Tzu, ahli strategi perang Tiongkok kuno “Jika kamu mengenal musuhmu dan dirimu sendiri, kamu tak perlu takut dengan ratusan kali pertempuran. Jika kamu mengenal dirimu sendiri tapi tak mengenal musuhmu, kamu akan menderita kekalahan di setiap kejayaan yang kamu dapat”.
Sebagai penutup, MEA 2015 hampir dipastikan di depan mata. Kesiapan sebagai harga mati. Perkecil basa-basi perbesar kesiapan diri. MEA adalah peluang bukan ancaman. 

Kuat Ismanto, SHI., M.Ag.
Dosen Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan




Thursday, 14 August 2014

Ekonom Muda Menyapa




            Salam ekonom rabbani, Ekonom muda hey ekonom rabbani, mari kembangkan potensi diri dan sembuhkan ekonomi dunia. Ekonom Robbani Bisa !. secara tersurat lirik lagu ini mampu memberi ruh ghiroh kepada setiap insan muslim khususnya untuk senantiasa tidak berdiam diri dan mampu menumbuhkan serta mengembangkan segala daya yang istiqomah dan upaya yang mudawamah sebagai basic capital untuk muhasabah dan mampu menggapai cita-cita mulia untuk menyembuhkan ekonomi dunia. Kita patutlah sadar ekonomi indonesia saja nyata-nyatanya masih dikuasai oleh sektor konvensional yang sudah diketahui oleh beberapa kalangan akademisi keislaman dalam ilmu fiqih muamalah disebutkan bahwa sektor konvensional tidak menerapkan prinsip Al-adl dan masih meretaskan virus-virus riba, gharar, dharar dan maisir yang sangat dikecam dalam studi ekonomi Islam.
Dikutip dari Kajian Human Capital Strategic Bank-DPbs Bank Indonesia bahwa Studi ekonomi islam mampu memahami nilai-nilai moral dalam aplikasi muamalah, memahami konsep dan tujuan ekonomi islam, mengenal dan memahami mekanisme kerja lembaga ekonomi,keuangan,perbankan maupun bisnis syariah, mengetahui dan memahami mekanisme kerja dan interaksi lembaga-lembaga terkait (regulator,pengawasan,lembaga hukum). konsultan dalam industri ekonomi/keuangan/perbankan/bisnis syariah,
mengetahui dan memahami hukum dasar baik hukum syariah maupun hukum positif yang berlaku dan adanya penguasaan bahas sumber ilmu, yaitu Arabic dan English.
Studi Ekonomi islam menjadi washilah yang bersolusi yang dibutuhkan sistem perekonomian saat ini serta mampu menjawab problematika yang masih diragukan oleh kaum muslim khususnya dengan memandang kefalahan sebagai tujuan bermuamalah.
Begitulah harapan yang ingin dicapai oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah menyelenggarakan pendidikan ekonomi syariah/islam kepada tunas-tunas bangsa melalui gambar atau yang disebut karikatur, dengan tujuan utama yaitu untuk mewujudkan ekonomi yang maju, bermartabat dan mensejahterakan rakyat

SELAMAT DAN SUKSES ATAS DI ANUGERAHKAN NYA KSEI STAIN PEKALONGAN SEBAGAI KSEI (Kelompok Studi Ekonomi Islam) TERBAIK SE-JAWA TENGAH




            Geliat ekonomi Islam yang berkembang dalam sepuluh tahun kebelakang ditandai dengan berdirinya Bank yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam memberi stimulus pada pemikiran beberapa mahasiswa untuk lebih mengkaji ekonomi Islam secara lebih mendalam dari sisi ilmiah. Diskusi-diskusi kecil tersebut mendorong terbentuknya Kelompok Kajian yang lebih concern membahas ekonomi Islam. Lahirnya Kelompok Kajian dikalangan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi pada akhirnya menyadarkan akan kebutuhan satu wadah untuk memfasilitasi pergerakan ekonomi Islam khususnya dikalangan mahasiswa secara bersama. Wadah tersebut bernama FoSSEI (Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam), yang diharapkan dapat menjadi kekuatan yang bersinergi dengan kekuatan-kekuatan ekonomi Syariah lainnya, sehingga impian untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai landasan dalam pola berekonomi dapat terwujud.
            Selamat kepada KSEI FORKES STAIN Pekalongan atas penghargaannya sebagai KSEI terbaik se-Jawa Tengah periode 2013-2014. Semoga dengan diberikannya penghargaan ini menjadikan KSEI FORKES STAIN Pekalongan lebih produktif dan progresif dalam membumikan islam di bidang ekonomi.