Friday, 12 June 2015

KPR Syariah vs KPR Konvensional

KPR? KPR Syariah atau KPR Konvensional? Setiap orang pasti ingin mendapatkan KPR yang memberikan manfaat yang sebanyak banyaknnya.
KPR Syariah Mungkin bagi sebagian orang masih bingung dalam memilih KPR apa atau yang bagaimana yang akan diambil. Sebelum memilih, mari kita lihat sedikit perbandingan antara KPR Syariah dengan KPR Konvensional.

1. Bank Konvensional
Dalam memberikan kredit kepada nasabah, bank konvensional mengenakan bunga atas pinjaman uang yang digunakan. Berikut adalah berbagai jenis KPR yang terdapat di bank konvensional:

KPR Fix: Perhitungan bunga yang digunakan dari awal sampai akhir pembayaran besarannya tetap (fix). KPR Fix di bank konvensional biasanya diterapkan pada KPR Subsidi yang merupakan program pemerintah.
KPR Fix dan Float: Pada jenis KPR ini, perhitungan bunga yang digunakan tetap (fix) untuk jangka waktu tertentu tetap. Setelah melewati jangka waktu tersebut, besaran bunga akan mengikuti bunga pasar (float). Biasanya ini adalah program yang dibuat bank untuk menarik peminjam yang tergiur bunga amurah di depan.
KPR Fix, Cap dan Float: Mirip dengan Fix dan Float, perhitungan bunganya tetap selama jangka waktu tertentu. Setelah itu dia akan naik perlahan, dan selanjutnya mengikuti bunga pasar. Contoh: Di 3 tahun pertama bunga 9,5%, 2 tahun berikutnya 10,25 dan setelah itu mengikuti bunga pasar (floating).
KPR Float. Seharusnya sudah bisa ditebak yaaa…. KPR float berarti dari awal sampai akhir masa pinjaman, bunga mengikuti kondisi pasar (floating).

2. Bank Syariah
Bank syariah mengikuti prinsip-prinsip syariah dan akad yang disepakati antara bank dengan nasabah dalam memberikan kredit. Berikut adalah beberapa jenis akad yang ada di bank syariah:

KPR dengan akad Jual Beli (Murabahah): Ini merupakan jenis KPR yang paling umum digunakan bank syariah karena paling mudah dipahami nasabah. Dengan konsep jual beli, bank menerapkan margin dari transaksi jual beli rumah. Besaran margin tergantung waktu pembayaran cicilan yang disepakati hingga lunas. Karena besaran margin sudah ditetapkan sejak awal maka besaran cicilan yang dibayarkan akan sama (fix) dari awal sampai lunas.
KPR akad Sewa Beli (Ijarah Muntahia Bittamlik/IMBT): KPR IMBT adalah konsep menyewa yang pada akhirnya memiliki pilihan memiliki.
Jenis KPR ini mungkin lebih jarang ditemukan di bank syariah. Prinsipnya adalah sewa-beli, nasabah menyewa rumah dari bank sehingga yang dibayarkan nasabah ke bank adalah seolah-olah uang sewa rumah yang dibayarkan dalam jangka waktu yang disepakati.
Setelah masa sewa berakhir maka ada pilihan agar nasabah dapat membeli rumah tersebut. Uang muka di KPR IMBT merupakan uang jaminan yang diperhitungkan sebagai tanda jadi pembelian.
Artinya jika nasabah memilih tidak membeli rumah maka uang muka dikembalikan pada bank dan rumah tetap menjadi milik bank. Besaran yang sewa yang dibayarkan akan berubah-ubah mengikuti SBI Syariah.
KPR akad Kepemilikan Bertahap (Musyarakah Mutanaqisah): Konsep KPR ini adalah kepemilikan rumah secara bertahap. Jadi modelnya begini…. Bank dan nasabah bersama-sama membeli rumah, dimana kepemilikan bank akan berkurang secara bertahap seiring dengan pembayaran cicilan nasabah kepada bank.
Untuk KPR Murabahah, besaran uang muka minimal 30% dari harga rumah sedangkan KPR IMBT dan MMQ minimal 20% dari harga rumah.

Bagaimana jika dilihat dari segi penalti? KPR konvensional biasanya dikenakan penalti jika nasabah melunasi lebih cepat daripada perjanjian karena dianggap potensi pendapatan berkurang. KPR syariah tidak ada penalti karena nilai transaksi sudah ditentukan di depan. Sumber


Thursday, 11 June 2015

OJK Gencar Kembangkan Inovasi Program Literasi Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berusaha mengembangkan berbagai inovasi program literasi keuangan untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan masyarakat terkait produk dan layanan sektor keuangan.



Ketua Dewan Komisioner OJK - Muliaman D Hadad meresmikan seminar internasional literasi keuangan di Nusa Dua, Bali.



Ketua Dewan Komisioner OJK – Muliaman D Hadad meresmikan seminar internasional literasi keuangan di Nusa Dua, Bali.

Dalam rangka hal tersebut, OJK menggelar seminar internasional literasi keuangan bertema Financial Literacy to Support Financial Inclusion di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/6/2015) dan Rabu (10/6/2015) ini.
Seminar Internasional Tahunan OJK ini dibuka oleh Ketua Dewan Komisioner OJK – Muliaman D. Hadad, dan turut dihadiri oleh Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S. Soetiono.
Dalam kesempatan ini, Ketua Dewan Komisioner OJK – Muliaman D. Hadad menjelaskan tentang pentingnya inovasi dalam mengejar cita-cita program Melek Finansial Nasional, antara lain karena dibutuhkannya upaya khusus untuk mengubah perilaku masyarakat yang sangat beragam, secara perilaku dan budaya.

“Tidak mungkin ada satu program yang bisa cocok untuk digunakan di semua kalangan masyarakat, karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan seperti tingkat pengetahuan, pendidikan, dan latar belakang budaya setiap masyarakat,” tegas Muliaman.
Menurut Muliaman, dari beberapa program literasi keuangan yang sudah dijalankan OJK bersama industri jasa keuangan dan berbagai lembaga, kegiatan literasi keuangan yang berbasis komunitas masyarakat (community based) terlihat efektif, karena berawal dari kesamaan paham, kepentingan, pandangan, dan tujuan.

“Program berbasis komunitas ini tidak hanya tentang mendidik masyarakat mengenai sektor keuangan, tetapi juga membawa sektor keuangan lebih dekat dengan mereka sehingga akan sejalan dengan program inklusi keuangan juga,” tambah Muliaman.

Karena itu menurut Muliaman, OJK akan terus memperbanyak kerja sama dengan berbagai kalangan masyarakat khususnya pemerintah daerah untuk menjalan program literasi keuangan ini, sekaligus mensinergikan kegiatan ini dengan program penyaluran bantuan pemerintah ke masyarakat.
Dalam seminar selama dua hari tersebut (9-10 Juni), OJK menghadirkan berbagai narasumber dari dalam dan luar negeri untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan informasi mengenai program literasi keuangan yang dapat berdampak positif bagi perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik lagi.
Berbagai topik yang didiskusikan diantaranya merancang program literasi keuangan yang efektif, manfaat yang diperoleh oleh lembaga jasa keuangan dengan melaksanakan program literasi keuangan, dan juga hasil penelitian mengenai literasi keuangan yang tentunya bermanfaat bagi OJK, lembaga jasa keuangan maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan program literasi keuangan yang dapat secara riil meningkatkan inklusi di sektor jasa keuangan.

Menurut hasil survei nasional literasi keuangan yang diselenggarakan OJK pada 2013 di 20 provinsi dengan jumlah delapan ribu responden secara umum menunjukan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru sebesar 21,8%, dengan tingkat inklusi 59,7%. Adapun indeks literasi masyarakat golongan C,D, dan E (masyarakat berpenghasilan rendah/low income) sebesar 18,71%.


Tuesday, 9 June 2015

Tuty: Semua Yang Ngaku Islam Harus Sosialisasikan Ekonomi Syariah

Mantan Menteri Sosial dan Menteri Peranan Wanita, Tuty Alawiyah menilai perkembangan keuangan syariah di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Sehingga sosialiasai harus lebih ditingkatkan.
Tuty Alawiyah
Tuty Alawiyah

Tuty menyatakan, meskipun sudah mulai menggeliat, tapi perkembangan bank konvensional masih jauh melebihi perkembangan bank syariah. Padahal dalam Islam, ekonomi itu penting seperti ijarah, dan murabahah harus selalu diterapkan dalam kehidupan umat Islam menjalankan roda perekonomian.
“Nabi Yusuf saja ahli ekonomi. Beliau sangat arif dan bijaksana dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Indonesia sebagai penduduk Muslim terbesar di dunia harus sukses kembangkan sistem ekonomi Islam, sehingga menjadi kiblat bagi negara lain,” kata Tuty kepada MySharing, saat ditemui di Pondok Pesantren As-Syafiiyah, Jakarta, Senin (8/6).

Namun demikian, Tuty mengakui untuk menjadi kiblat keuangan syariah dunia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Masih ada beberapa kendala yang perlu dibenahi agar bangsa ini benar-benar mampu menjadi contoh dalam pengembangan ekonomi syariah.
Menurutnya, salah satu kendala adalah pemahaman masyarakat tentang ekonomi syariah yang masih terbilang minim. Ini disebabkan karena belum maksimalnya sosialisasi terkait sistem ekonomi syariah kepada masyarakat luas.

Tanggungjawab sosialisasi ini, lanjutnya,  Tuty, tidak cuma di pundak pembisnis Islam sebagai pelaku operasional ekonomi Islam. “Tapi, semua yang mangaku Islam harus bertanggungjawab sosialisasikan ekonomi syariah, baik individu, kelompok maupun instansi yang meliputi para ulama, pemerintah dan cendikiawan,” tegas pendiri Universitas As-Syafiiyah ini.



OJK Luncurkan Roadmap IKNB Syariah, September 2015

Direktorat Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera mengeluarkan roadmap IKNB Syariah, menyusul langkah Direktorat Pasar Modal Syariah dan Direktorat Perbankan Syariah yang telah dan akan melakukan hal serupa.
Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK - Edi Setiadi
Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK, Edi Setiadi, mengatakan saat ini pihaknya sedang menyinergikan arah pengembangan dalam roadmap IKNB Syariah dengan beberapa ketentuan yang sudah keluar, seperti Undang-undang Perasuransian. Secara umum roadmap IKNB Syariah pun akan tercakup pada masterplan keuangan syariah yang disusun oleh OJK.
“Pada September kami akan meluncurkan roadmap IKNB Syariah. Sekarang kami sedang coba mensinergikan dengan beberapa ketentuan seperti Undang-undang, karena roadmap harus sejalan dengan itu,” ujar Edi dalam konferensi pers Pasar Rakyat Syariah 2015 di Kompleks Bank Indonesia, Senin (1/6). Baca: OJK Siapkan Program Keuangan Berkelanjutan

Edi mengungkapkan seluruh industri keuangan non bank syariah, seperti perusahaan pembiayaan syariah, pegadaian syariah, asuransi syariah, BPJS Syariah dan modal ventura akan menjadi bagian dari roadmap IKNB Syariah. “Misalnya bagaimana penjaminan, asuransi dan perusahaan pembiayaan syariah bisa masuk menjadi satu paket (dalam menyediakan jasa keuangan syariah ke nasabah),” ujar Edi.
Direktur IKNB Syariah, Moch Muchlasin, menambahkan bahwa adanya ketentuan baru seperti UU Perasuransian yang baru muncul akhir tahun lalu turut mempengaruhi arah pengembangan IKNB Syariah. “Dalam UU Perasuransian ada pula terkait dengan ketentuan asuransi syariah dan kami harus membuat 22 Peraturan OJK dari itu, maka mempengaruhi arah pengembangan ke depan. Di akhir tahun lalu juga ada ketentuan perusahaan pembiayaan syariah harus spin off dalam lima tahun. Jadi perlu waktu,” tegas Muchlasin.

Muchlasin menuturkan dalam roadmap IKNB Syariah tak hanya akan mengenaj modal ventura yang juga akan masuk, namun juga mengenai interkoneksi antara lembaga keuangan syariah. “Yang mungkin harus digarisbawahi bahwa lembaga keuangan syariah seperti bank banyak di ritel, nah kami mengarahkan IKNB Syariah, mulai dari perusahaan pembiayaan, perusahaan penjaminan, pegadaian dan asuransi untuk masuk ke wilayah yang belum masuk oleh perbankan. Yang kategori unbankable itu jadi fokus kami,” papar Muchlasin
Sampai Desember 2014 jumlah pelaku IKNB Syariah sebanyak 98 lembaga di luar LKM, yang terdiri atas usaha jasa takaful (asuransi syariah) yang mengelola aset senilai Rp 22,36 triliun, disamping usaha pembiayaan syariah yang mengelola aset senilai Rp 23,29 triliun, serta lembaga keuangan syariah lainnya dengan aset senilai Rp 12,86 triliun. Secara keseluruhan pangsa pasar IKNB Syariah telah mencapai 3,93 persen dibanding total aset IKNB secara umum.

Pada 5 Mei 2015 Direktorat Pasar Modal Syariah OJK telah menerbitkan Roadmap Pasar Modal Syariah 2015. Selanjutnya pada 14 Juni mendatang Direktorat Perbankan Syariah pun akan meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah, bersamaan dengan rangkaian kegiatan Pasar Rakyat Syariah. Baca: OJK Siapkan Roadmap Perbankan Syariah



Sumber: https://fosseikotabatik.wordpress.com/2015/06/10/ojk-luncurkan-roadmap-iknb-syariah-september-2015/

Program Aku Cinta Keuangan Syariah Berlangsung Sepanjang 2015

Event Pasar Rakyat Syariah 2015 tinggal menghitung hari. Namun, sosialisasi dan edukasi mengenai keuangan syariah tak hanya akan berhenti pada acara tersebut. Program keuangan syariah akan terus berlangsung sepanjang tahun ini. Apa saja?
Aku Cinta Keuangan SyariahPasar Rakyat Syariah 2015 yang akan diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan keuangan syariah Indonesia merupakan bagian dari program Aku Cinta Keuangan Syariah (ACKS). ACKS sendiri merupakan bentuk program literasi keuangan syariah yang diinisiasi oleh Direktorat Perbankan Syariah, Direktorat Pasar Modal Syariah dan Direktorat Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah OJK sepanjang tahun ini.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulya E Siregar, mengatakan program ACKS tidaklah selesai pada event Pasar Rakyat Syariah yang akan dilaksanakan pada 13-14 Juni mendatang. “Itu hanya salah satu event dari ACKS,” tukas Mulya. Baca: Brand Logo Aku Cinta Keuangan Syariah

Ia melanjutkan selama 2015, setelah Pasar Rakyat Syariah, akan ada program lainnya termasuk pada saat bulan puasa mendatang. “Setelah tanggal 13-14 Juni kami akan membuat program terus karena 2015 telah dicanangkan sebagai tahun keuangan syariah,” jelas Mulya. Baca: Edukasi Keuangan Syariah Bidik Seluruh Lapisan Masyarakat

Dalam rangkaian program kampanye ACKS 2015 akan ada beragam event yang membidik target pasar berbeda-beda. Misalnya, untuk komunitas akan diselenggarakan pelatihan online shop untuk ibu rumah tangga hingga acara bedah buku untuk komunitas pencinta buku. Bagi mahasiwa/pelajar berupa sharia goes to campus, lomba business plan dan olimpiade siswa. Selain itu, ada pula pelatihan keuangan syariah bagi hakim pengadilan agama. Target pasar pun menjangkau hingga masyarakat pedesaan dengan menyelenggarakan program mitra linkage syariah dan pelatihan syariah untuk aparat desa.

“Jadi tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat menggunakan jasa keuangan syariah dan menjadikannya sebagai bagian gaya hidup,” cetus Mulya. ACKS sendiri menjadi program sosialisasi dan edukasi keuangan syariah yang masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas terhadap manfaat yang dimiliki industri keuangan syariah. Tujuan akhirnya adalah menjadikan keuangan syariah sebagai gaya hidup (sharia lifestyle).

Tuesday, 2 June 2015

Gerakan Aku Cinta Keuangan Syariah, Cara RI Pacu Bisnis Islami

Gerakan Aku Cinta Keuangan Syariah, Cara RI Pacu Bisnis Islami OJK Luncurkan Program Aku Cinta Keuangan Syariah (ANTARA Foto/Wahyu Putro A)
Program ini akan diwujudkan dengan menggelar Pasar Rakyat Syariah.
Dream - Perjalanan industri keuangan syariah Indonesia selama dua dekade telah mencapai banyak kemajuan. Mulai dari soal kelembagaan keuangan syariah, keahlian dan perangkat regulasi hingga sistem pengawasannya.
Setelah pertumbuhan yang tinggi pada tahun sebelumnya, sektor jasa keuangan syariah justru tumbuh melambat sejak dua tahu terakhir. Aset perbankan syariah pada 2014 hanya 12 persen padahal beberapa tahun sebelumnya bisa mencapai 30 persen.

Keyakinan masih membara di tubuh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski diakui, industri keuangan syariah tahun ini diperkirakan tidak akan berjalan mulus sebab perekonomian nasional dan global belum menunjukkan pemulihan signifikan.

"Namun kami optimis bahwa perekonomian domestik akan terus membaik sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperbaiki postur fiskal dan kebijakan pembangunan infrastruktur serta proyek prioritas pemerintah lainnya," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad di Jakarta, 1 Juni 2015.
Menurut Muliaman, industri jasa keuangan syariah harus dapat memanfaatkan dinamika ekonomi domestik ini. Salah satu agenda penting adalah peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat ihwal prinsip ekonomi dan keuangan syariah.

Terbesit dari keinginan tersebut, OJK dan pelaku industri perbankan syariah pun menggelar kampanye Aku Cinta Keuangan Syariah (ACKS). Kegiatan utama dari ACKS 2015 adalah Pasar Rakyat Syariah.
OJK berharap, dua program ini akan jadi wahana sosialisasi dan edukasi masyarakat secara masif untuk meningkatkan kesadaran publik atas keberadaan industri keuangan syariah.

Data OJK hingga akhir Desember 2014, menunjukan industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 unit usaha syariah yang dimiliki Bank Umum Konvensional dan 163 BPRS. Total aset yang dimiliki lembaga keuangan syariah ini mencapai Rp 272.34 triliun dengan pangsa pasar 4,88 persen.

Sementara, jumlah pelaku Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah kini sudah ada 98 lembaga di luar LKM, terdiri atas usaha jasa takaful (asuransi syariah) yang mengelola aset senilai Rp 22.36 triliun, di samping usaha pembiayaan syariah yang asetnya mencapai Rp 23.29 triliun, serta lembaga keuangan yang asetnya senilai Rp 12.86 triliun. Secara keseluruhan, pangsa pasar IKNB Syariah telah mencapai 3.93 persen dibanding total aset IKNB secara umum.

Di sisi pasar modal syariah, hingga akhir Maret 2015, total saham syariah yang di perdagangkan mencapai nilai Rp 294689 triliun. Sedangkan sukuk korporasi dan reksadana syariah perdagangannya mencapai Rp 7,1 triliun dan Rp 11,6 triliun.


Sumber : DREAM.CO.ID

Evaluasi Perbankan Syariah Selang Satu Dekade

Perbankan syariah (Ilustrasi)
Perbankan syariah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama satu dekade, aset perbankan syariah di Indonesia dikabarkan telah berkembang dengan laju 33 persen per tahun jauh melampaui sektor perbankan konvensional.
Meski secara umum mengalami perkembangan pesat berkat pertumbuhan ekonomi dan masih rendahnya penetrasi layanan keuangan di masyarakat, namun aset bank syariah hanya 4,6 persen saja dari total sistem perbankan.

 Hal tersebut berdasarkan rilis dari Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service dengan laporannya berjudul "Islamic Finance: Indonesian Government Roadmap Will Drive Growth and Consolidation of Islamic Banks".

“Selang sepuluh tahun, jumlah bank syariah juga bertambah dari tiga menjadi 12 di luar unit usaha syariah bank konvensional,” kata Kepala Keuangan Islam Global Moody's Khalid Howladar dalam keterangan pers Selasa (26/5), dilansir Bloomberg.

Moody's dalam laporannya menekankan mengenai kurang luasnya jaringan bank syariah dibandingkan bank konvensional serta masih kecilnya modal dasar bank.
Selain itu, bank syariah juga lebih fokus menggarap nasabah berisiko tinggi seperti usaha kecil dan menengah dibandingkan korporasi, membuat rasio pinjaman bermasalah lebih besar.
Dikombinasikan dengan kecilnya skala usaha, tingkat keuntungan bank syariah akhirnya masih kalah dibandingkan perbankan konvensional.

Moody's membandingkan kondisi perbankan syariah Indonesia dengan Malaysia. Di negara ini, pasar sukuk tumbuh besar dan paling likuid dengan basis investor institusional yang besar.
Sementara di Indonesia, dengan situasi sebaliknya, bank syariah masih terbatas kemampuannya dalam meraup pendanaan di luar tabungan masyarakat.

Keterbatasan juga terjadi pemberian layanan pendanaan jangka panjang seperti pembiayaan kepemilikan rumah. Karenanya, peta konsolidasi perbankan syariah Indonesia dinilai perlu segera disusun agar mendorong penguatan pasar sukuk atau obligasi syariah domestik.


Sumber :  REPUBLIKA.CO.ID