MUI: Jasa Hukum Wajib Bersertifikasi Halal
Posted by HMPS Ekonomi Syariah UIN GUSDUR Pekalongan on January 12, 2016 with No comments
Komisi Bidang Hukum dan Perundang-Udangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa jasa hukum yang diberikan advokat diwajibkan memiliki sertifikasi halal.
Dalam sebuah seminar bertajuk “Strategi Merebut Pasar MEA dengan Produk Halal,” yang digelar di Jakarta, pada pekan lalu, Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI, Ikhsan Abdullah, mengatakan, jasa hukum yang diberikan advokat atau konsultasi hukum juga diwajibkan memiliki sertifikat halal sebagaimana pelaku usaha untuk industri makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
“Oh iya, jasa, hukum, notariat, arsitektur, termasuk apapun itu termasuk produk kan, produk jasa,” kata Ikhsan. Baca: PERADI Pertanyakan Advokat Harus Halal
Menurut Ikhsan, ketentuan dalam UU JPH tidak hanya mencakup pelaku usaha dalam bidang produk barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik saja. Melainkan, kata dia, mencakup produk jasa hukum yang diberikan oleh konsultan hukum.
Terkait
Ikhsan pun merujuk pada frasa produk, sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 UU JPH, yang di dalamnya termasuk jasa hukum. Itu semua, tegas dia, diatur dalam UU JPH karena sudah menjadi ketentuan maka implikasinya semua produk jasa wajib disertifikasi.
Pada kesempatan itu, Ikhsan juga mencontohkan, bentuk sertifikasi yang dilakukan terhadap pemberi jasa hukum. Misalnya dalam hal perjanjian. “Anda kan seorang lawyer pasti ada kaitannya dengan membuat perjanjian. Perjanjian yang disyaratkan kan harus halal itu. Di BW (KUH Perdata) disebutkan harus dengan klausa halal,” kata Ikhsan yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Advokat Halal.
Senada dengan Ikhsan, Wakil Sekretaris Pengurus Pleno Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) Halal Food Council (WHFC), Asrorum Ni’am Sholeh. Ni’am mengatakan DSN MUI telah berupaya melakukan sosialisasi ke sejumlah advokat atau konsultan hukum terkait dengan kewajiban sertifikat ini.
Meski sosialisasi itu tidak dilakukan secara khussu dan menyeluruh, Ni’am berharap peran organisasi profesi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) bisa membantu dan mendorong anggotanya mensosialisasikan.
”Parsial, kalau secara menyeluruh dan khusus belum. Lebih baik internal PERADI memberikan penyadaran kepada para advokat. PERADI kan asosasi, jangan semua itu dibebankan dan ekspektasi berlebih kepada lembaga,” papar Ni’am.
0 Comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan cerdas