Monday, 26 October 2015

KSEI Forkes (HMPS Ekonomi Syariah) STAIN Pekalongan Hadiri Rapat Kerja FoSSEI Regional Jawa Tengah 2015 di IAIN Purwokerto

Perwakilan KSEI Forkes di Rakereg FoSSEI Jateng 2015


KSEI FORKES STAIN Pekalongan atau yang biasa disebut HMPS Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan menghadiri Rapat Kerja FoSSEI Regional Jawa Tengah 2015 yang diselenggarakan KSEI IAIN Purwokerto pada Jumat (23/10) dan Sabtu (24/10). Rapat Kerja FoSSEI merupakan rangkaian kegiatan dari program kerja FoSSEI Regional Jawa Tengah 2015.

Dalam acara ini membahas mengenai sosialisasi program kerja yang telah dibuat oleh Koordinator FoSSEI Jawa Tengah dan Komisariat FoSSEI se-Jawa Tengah guna memfasilitasi kader-kader FoSSEI Jawa Tengah dalam rangka melahirkan ide-ide yang membangun demi kemajuan FoSSEI Regional Jawa Tengah. juga bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran KSEI dalam peningkatan keberadaan ekonomi Islam di Jawa Tengah, serta sebagai sarana untuk bertukar informasi terkait dengan perkembangan dan isu-isu aktual mengenai ekonomi Islam, serta tentunya sebagai sarana untuk menjalin tali silaturrahmi dan memperkuat ukhuwah antar KSEI dalam rangka berkontribusi untuk meningkatkan kerjasama regional Jawa Tengah.

Dengan mengusung tema Membangun Kreatifitas, Intelektualitas, serta Kepemimpinan yang Amanah menuju FoSSEI Jawa Tengah yang Solid dan Terdepan, Rapat Kerja ini diselenggarakan di dua tempat yaitu di Aula Student Center IAIN Purwokerto dan di Pendopo Kabupaten Banyumas.
Acara yang kurang lebih dihadiri oleh para delegasi KSEI Se-Jawa Tengah ini dibuka dengan sambutan dari Koordinator Regional FoSSEI Jawa Tengah, ketua panitia Rapat Kerja Regional, dan Dekan FEB IAIN Purwokerto pada Jumat malam pukul 20.00 WIB. 

Acara dilanjutkan pada hari selanjutnya yaitu hari Sabtu (24/10), berpindah tempat dari Kampus IAIN Purwokerto berlanjut di Pendopo Kabupaten Banyumas, seperti biasa acara dimulai pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB. Setelah pembukaan berlangsung acara dilanjutkan dengan Sarasehan dan sedikit pemaparan mengenai FoSSEI serta pengenalan para Presnas FoSSEI yang diisi oleh salah satu Presnas FoSSEI 2015 Khairul Zadid Attaqwa, beliau mengenalkan sekaligus berdiskusi mengenai Departemen - Departemen Nasional dan juga pengenalan Koordinator Regional Se-Indonesia.

Setelah acara sarasehan selesai barulah Rapat Kerja dimulai, sekitar pukul 13.0 WIB dipimpin oleh Koordinator Regional FoSSEI Jawa Tengah Akh. Ridho Maulana, sidang dibagi kedalam dua komisi, yang pertama Komisi A yang berisi Koordinator Regional, Koordinator Komisariat, Presiden KSEI, dan Divisi Kaderisasi dari FoSSEI Regional Jateng. Sementara Komisi B beranggotakan Sekertaris FoSSEI regional bersama Divisi Riset dan Keilmuan dan Divisi Kominfo FoSSEI Regional Jateng bersama bediskusi dengan para delegasi dari KSEI se-Jawa Tengah. Hampir 4 Jam sidang berlangsung hingga berakhir dengan pemaparan dari tiap-tiap komisi.

Acara diakhiri dengan pemaparan dari tiap – tiap komisi, komisi  A diwakili sendiri oleh Koreg FoSSEI Jawa Tengah sementara komisi B diwakili oleh divisi Kominfo FoSSEI Regional Jateng.

Tuesday, 20 October 2015

Perbankan Syariah Genjot Pembiayaan Sektor Riil

Perbankan syariah dianjurkan tidak terlalu lama menyimpan dana di secondary reserve atau cadangan sekunder. Sebaiknya, dana nasabah lebih banyak disalurkan lagi ke masyarakat untuk membiayai sektor riil.
Bank-Mandiri-SyariahMenurut  Bank Indonesia (BI), cadangan secondary merupakan asset bank yang ditanamkan pada surat-surat berharga jangka pendek yang mudah diperjual belikan. Seperti surat-surat berharga pemerintah (SBI) . Surat ini menghasilkan  bunga dan dapat  diperhitungkan sebagai cadangan pelengkap bank.

Jika permintaan kredit tidak terlalu banyak, dana yang dihimpun sering diinvestasikan  dalam surat-surat berharga yang mudah dikonversikan menjadi uang tunai. Namun, cadangan ini tidak dicantumkan secara terpisah dalam POS neraca. Baca: Bank Syariah adalah Bank Investasi

Head of Internal Sharia Advisor Bank Syariah Mandiri (BSM) Saptono Budi Satryo, mengatakan  aksi secondary reserve dikhawatirkan berkontribusi menciptakan bubble ekonomi. ”Kalau terlalu banyak di secondary reserve dan kurang kucuran pembiayaan di sektor riil dikhawatirkan muncul bubble. Tapi memang perbankan syariah mengoptimalkan sektor riil,” kata Saptono, di Jakarta, pekan lalu.

Menurutnya, ditengah gejolak ekonomi saat ini, perbankan syariah masih mengamati keadaan dan menyimpan likuiditasnya  di secondary reserve, yakni di SBIS dan Fasbis. Tapi diharapkan dana tidak banyak diam disana. Regulator juga mendorong agar bank syariah banyak membiayai sektor riil.

Hal ini, lanjut dia, terlihat dari FDR perbankan syariah yang mencapai 96,52 persen per Juni 2015. “Angka ini masih lebih besar dari perbankan konvensional. Kondisi itu menunjukkan perbankan syariah  masih pro usaha mikro kecil menengah (UMKM),” ujarnya. Baca: BPRS Majukan UMKM Melalui Linkage Program dengan Bank Syariah

Ia menyakini bahwa perbankan syariah yang pro UMKM akan tahan goncangan, karena dananya dari masyarakat  dan untuk masyarakat. Pembiayaan perbankan syariah pun lebih banyak menggunakan rupiah karena dana pihak ketiga (DPK) valuta asing (valas) juga sedikit.

Dengan mengikuti sistem fiat money, kata dia, mata uang Indonesia  jadi mudah terdepresiasi. Karena itu, butuh diimbangi dengan cadangan emas. Apalagi, tegasnya, pelarangan riba berlaku di semua agama, tidak hanya Islam. Karena Barat juga akhirnya melakukan autokritik terhadap kapitalisme yang mereka buat sendiri.

“Kekayaan dan pembangunan tergantung pada kegiatan ekonomi riil. Dengan begitu masyarakat juga yang akan menikmati adanya perbaikan pendapatan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup,” pungkasnya.

Thursday, 8 October 2015

Bank Syariah Harus Tampilkan Layanan Tanpa Beban Simbol Agama

Masyarakat non Muslim banyak yang tertarik dengan bank syariah. Namun, mereka masih ragu karena terbebani tampilan simbol keagamaan. Untuk menyakinkan mereka, perlu ada edukasi dan sosialisasi.
Ketua Majelis Kristen Indonesia, Bonar Simanungsong.
Ketua Majelis Kristen Indonesia, Bonar Simanungsong.
Ketua Majelis Kristen Indonesia Bonar Simanungsong menyambut baik pengembangan keuangan syariah di Indonesia. Menurutnya, konsep ekonomi Islam ini memberikan keberkahan bagi kemaslahatan umat, sehingga tak heran non Muslim mulai meliriknya.
Namun demikian, kata dia, sekalipun umat non Muslim sudah melirik, tapi terkadang masih ragu dan bertanya dalam hatinya. Apakah jika ingin membuka rekening atau investasi diterima atau tidak oleh bank syariah tersebut.

Karena, lanjut dia, bank syariah dalam menjalankan operasionalnya berdasarkan pada prinsip syariah. Maka umat non Muslim akan berpandangan bahwa bank syariah ini indetik dengan Islam dan umat Islam. Padahal komposisi masyarakat Indonesia itu beraneka ragam, seperti non Muslim yang ingin menabung di bank tersebut, terkadang ragu takut tidak diterima.
“Kalau datang ke bank syariah diterima apa nggak ya? Untuk menghilangkan keraguaan, ya  harus ada sosialisasi dari regulator atau bank syariah kepada non Muslim,” kata Bonar kepada MySharing, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Karena menurutnya, sekalipun mereka sudah tahu kalau keunggulan sistem bank syariah adalah bagi hasil bagi nasabah. Namun, edukasi dan sosialisasi terkait segala fasilitas layanan bank syariah, sangatlah penting disampaikan sebagai upaya menjaring nasabah non Muslim.
“Umat non Muslim sangat yakin betul bahwa sistem bagi hasil memberikan keuntungan dan keberkahan. Tapi tentu pemahaman detail sistem ini sangat mereka perlukan, sehingga harus ada sosialiasi,” ujarnya.
Namun demikian, tegas dia, jargon-jargon bank syariah dalam mengedukasi umat Muslim dipandang sebagai sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan mereka. Oleh karena itu diharapkan edukasi atau sosialisasi terkait keuangan syariah harus berbeda tapi arah tujuan dan maknanya adalah sama. Yakni menabung atau investasi yang memberikan keberkahan umat.

Bonar menegaskan, jika memang perbankan syariah serius menggarap pasar non Muslim, maka ada baiknya bank syariah sejenak meninggalkan atribut atau simbol keagamaan. Namun lebih mengedepankan fitur perbankannya tanpa ada embel-embel syariah, seperti halnya misalkan untuk tayangan iklan dan promosi. Hal ini, menurutnya, akan lebih mengena dan ketika sadar bahwa itu bank syariah, tapi fitur perbankannya sudah mengena dalam hati lebih dulu.

”Jika bank syariah lebih menampilkan layanan tanpa beban simpol keagamaan. Saya percaya bank syariah akan lebih menarik lagi di mata masyarakat non Muslim atau mungkin juga Muslim,” pungkasnya.
Namun demikian, tegas dia, untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah, tentu terpenting adalah politic will dari pemerintah. Karena, edukasi dan sosialisasi keuangan syariah segencar apapun dilakukan tanpa payung pemerintah, niscaya akan bisa sejajar dengan negara lain.